***(Cakrawala Aksara Gusti De Grun)***
Expresikan Imaginasimu!!!!

Kamis, 31 Maret 2011

Untuk Hati Yang Terluka

Malam ini mata benar-benar tak bisa terpejam... ada sekelumit rasa yang bertahta yang menahan mataku untuk terpejam... yang menahan fikirku untuk terlelap.. begitu sesak aku rasakan, tapi semakin dalam aku meresapi semakin tercabik pula bingkai-bingkai ini... ketika kata sudah tak lagi di dengar... ketika hati tak lagi berarti... tak mampu aku terus berjalan di atas duriku sendiri...
Ketika orang berkata... “ketika kita lelah akan kehidupan dan semua rutinitas yang kita jalani, maka ingatlah suatu masa ketika kita bahagia dan menjadi besar karena sesuatu yang sekarang membuat kita jenuh.” Tapi semakin dalam aku memaknainya semakin aku merasakan duri itu menancap dalam di relung hati. Bahkan lidahku kelu untuk mengungkapkannnya. Hanya goresan tinta yang mampu ku ukir sebagai cermin hatiku...
Ketika cinta dunia tak lagi dapat menampakkan bias keindahannya... tak lagi mampu memberikan ketenangannya... tak lagi mampu menampung semua gundah yang semakin merekah... saatnya kita kembali kepada cinta yang keindahannya tiada bandingannya, yang harumnya tak pernah hilang, yang hangatnya tak pernah dingin... Itulah cinta Sang Maha Pemilik Cinta,,,
Ketika manusia tak dapat lagi mendengar kata... ketika kita merasa terabaikan dan tak berharga... Saatnya kita kembali kepada Cinta Sang Maha Mendengar...
Ketika pengorbanan kita tak lagi dapat terlihat... ketika kasih tulus kita tersembunyi kabut tebal keegoisan... saatnya kita kembali kepada Cinta Sang Maha Melihat...

Untuk hati yang saat ini gersang... ingatlah ada oase yang menyejukkan di depan sana...
Untuk hati yang saat ini bimbang... percayalah di depan sana akan ada keyakinan yang tak terpatahkan...
Untuk hati yang merasa sendiri... sadarlah bahwa dirimu tidaklah sendiri...
Untuk jiwa yang merasa resah... dengarkanlah alunan yang akan mampu menyejukkan...
Untuk jiwa yang sedang terluka... temukanlah obatnya di dalam dirimu sendiri...
Dan untuk semua yang mengerti perasaan ini...
Biarlah hanya syair-syair jiwa yang menjadi perantara antara jiwaku dan jiwamu...
Untuk sebentuk hati yang aku rindukan...
Aku yakini suatu saat nanti Matahari itu akan menerangi dunia kembali...
Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan... setelah kesedihan itu ada kebahagiaan...

Rabu, 23 Maret 2011

If U know My Feel


Saturday night...080111 20:05
Di malam yang sunyi ini...
Kembali semilir suudzan itu menghampiri hati yang masih goyah...
Kembali sejuta pertanyaan mengurutkan satu absensi-absensi ragu dalam hati...
Kembali terlintas...
“Mungkin kau akan bertahan tanpa aku di sampingmu suatu saat nanti...”
Karna saat inipun ketiadaanku bukan masalah besar untukmu...
Tidak seperti diriku yang kini merasakan sesak di dada...
Slalu ragu...akankah bisa aku bertahan suatu saat nanti saat kau tak ada di sampingku...saat kau bukan milikku..
Selalu hanya bertahan 1 hari...24 jam...1440 menit...86400 detik...
Selebihnya kau lupa janjimu...
Kau biarkan aku menunggu...
Menunggu ketidakpastian...
Menunggu dalam selimut gelisah dan air mata...
Aku mencoba dan slalu mencoba untuk tak berfikir seperti ini..
Tapi...bahkan aku terlalu lelah untuk merasakan hal yang sama berulang-ulang...
Aku tak meminta banyak...
Hanya sedikit..dari sedikit waktumu untukku...
Tembok keyakinan ini tak mampu menahan rayap ragu yang menyerang secara bertubi-tubi...
Jika kau tau...lelahnya hatiku...
Tapi aku tak mau kau tau apa yang aku rasakan ketika aku mempertahankan cinta ini...
Jika kau ada di posisiku yang dibenci semua orang hanya karna cintaku padamu...
Jika kau ada di posisiku yang dihujani sikap tak menyenangkan dari semua pihak..termasuk adikmu...
Padahal aku tlah berusaha untuk menghilangkan egoku..
Padahal perasaanku n perhatianku tulus...tapi smuanya hanya dianggap sebagai sampah kecil yang tak berharga...
Apakah aku hanya mencintai luka???????
Yang selalu dan selalu merasakan cinta sendiri...
Yang selalu dan selalu tak terbalaskan...
Ingin rasanya berteriak ke seluruh dunia...
“Apa salahku?? Salahkah aku jika aku mencintai n menyayangimu???”
Rasanya tak mungkin jalan ini kita tempuh...
Apa yang pantas aku banggakan???
Lagi dan lagi..mencintai seseorang yang tak mencintaiku...
Akhirnya hanya berharap sesuatu yang tak mungkin...
Aku terjatuh lagi...
Aku hanya menikmati luka ini di sini...sendiri


Seandainya tak pernah aku rasakan apa yang namanya cinta...
Aku benar-benar harus siapkan hati ini untuk kehilanganmu...
Di atas semua yang tak mungkin ini....
Meski perih...

Mengapa harus kau yang aku cinta?
Yang jalannya begitu berliku...
Mengapa harus kau yang ada di hatiku?
Yang sakitnya begitu terasa sampai ke ulu,,,
Aku tak sanggup melupakanmu...
Aku tak sanggup tanpamu...
Aku tak sanggup mencintaimu lagi...
Aku tak sanggup terus seperti ini...
Berapa banyak air mata yang menetes karnamu...
Hanya karnamu...

Tapi aku sangat mencintaimu...
Sangat menginkanmu...
Hanya diri sendiri yang tak mungkin kau dan orang lain akan mengerti...
Tak akan pernah mengerti..

Feel Alone


Ketika aku benar-benar merasa sendiri dalam hidup ini...
Ketika aku merasa tak ada lagi yang peduli denganku...
Aku hanya bisa menangis dalam kesendirianku...
Lalu mengapa aku harus mencintaimu jika seperti ini???
Jika aku merasa begitu sepi...
Jika aku merasa tak berharga lebih dari sebelumnya
Sebelum kau hadir dalam hidupku menjadi pangeran sempurna di hatiku...
Jika masih hatimu ada padanya...
Aku bisa melihat itu dari matamu...
Harusnya aku berhenti berharap,,,
Harusnya aku berhenti bermimpi..
Karena aku tak akan pernah mendapatkannya sampai kapanpun...
Hanya seputik cinta yang kau beri untukku...
Badahal aku beri utuh untukmu...
Tak bisa pernah terganti....
Lalu mengapa kau masih memberiku harapan??
Mengapa masih di sini...
Jika hatimu tak sepenuhnya di sini...
Jika suatu saat akan berakhir...
Ak tak akan sekuat itu...
Namun...jika itu yang kau mau...
Apa dayaku???
Apa artiku untukmu???
Kau tak tau betapa sakitnya aku...
Yapi tak pernah kau pahami..
Aku merasa sendiri...

Love for Akhwat


Dear Ukhti………
apa kabar imanmu hari ini?
semoga selalu menapak maju
apa kabar hatimu hari ini?
semoga selalu bersih dari debu juga kelabu
apa kabar cintamu hari ini?
semoga selalu berpeluh rindu pada Nya…

Ukhti..
sungguh indah hidup setelah menikah
apa yang sebelumnya haram menjadi halal
semua perbuatannya mendapat pahala yang berlimpah di sisiNya
suka duka dilalui berdua
senang sedih ada yang menemani
tawa tangis pun bersama

Ukhti..
menikah adalah setengah dien,
dan ia menggenapkan dien menjadi satu…
sungguh, menikah seperti melihat dunia lain
yang tiada pernah dikunjungi sebelumnya…
apa yang tidak bisa dilihat sebelum menikah
kini tidak lagi,
seakan membuka mata kanan
yang sebelumnya belum pernah dibuka
begitu luas, begitu indah,
hingga Rasul pun menyunnahkan suatu pernikahan ini:

“bukan termasuk ummatku, jika ia berkeinginan tidak menikah…”

Ukhti..
menikah adalah keputusan besar dari suatu perjanjian berat
pernah ada yang berkata..
“saat akad diucapkan Arsy tertinggi berguncang karena suatu perjanjian
berat diucapkan, karena itu saat akad terjadi ada tangis disana..tangis
suka, tangis duka…”
Allah menjadi saksi karena Dia Yang Maha Melihat lagi Menatap
dan setiap undangan yang datang akan mendoakan pernikahan ini

Ukhti..yang sedang menanti “terkasih”
nanti-lah dengan sabar…
sungguh, Allah Maha Tau yang terbaik untuk dirimu
siapkan dirimu, hatimu..
sangat mudah bagiNya memberikan “terkasih” untukmu
ataupun tidak berharap
dan mintalah padaNya..
pemilik alam raya dan pencipta “terkasih”mu

Ukhti..yang sedang menjelang akad
berdoa-lah selalu padaNya
penentu segalaNya…
mohon petunjukNya jika “terkasih” adalah yang terbaik untukmu
kemudahan, juga kelancaran dalam peristiwa besar nanti
sungguh, Allah Maha Tau yang terbaik untuk dirimu..
siapkan dirimu, hatimu..

Ukhti..yang telah menikah
jagalah nikmatNya yang besar ini
hanya dengan izinNya dirimu dan “terkasih”mu bersatu,
tiada yang lain…
jadilah penyejuk hati dan pandangannya..
menjadi istri sholehah dambaan..

Ukhti..
bahagiamu adalah bahagiaku
sedihmu juga sedihku
tawamu, tawaku juga
tangismu adalah tangisku
semoga Allah Yang Maha Indah,
memudahkan langkah ini..
memberikan yang terbaik menurutNya
dan menjadikan wanita dan istri juga ibu sholehah…

Amin Ya Alloh amin...

Goresan Tinta


Kembali….
Tlah lama tak ku gores tinta ini….
Kepada siapa???
Kepada tangan yang mana aku meminta???
Siapa???
Aku kembali terpekur dalam gelap…
Kembali terngiang oleh gemercik air mata…
Kembali meminta…
Kembali tertutup rapat tak ingin terbuka…
Siapa???
Aku tak pernah tau…
Merah itu merona..
Tapi bagiku…
Merah itu neraka……
Bukan sejuk…
Tapi dingin membeku….
Entah mengapa tak pernah berubah
Jurang di ujung sana tetap menanti butir air mata
Aku meratap
Entah apa yang ku harap……
Tetap tak ubah…
Bukan lagi kalam cinta…….
Entahlah….
Membeku…mencair……mengembun…..menguap….
Kelabu……..
Masih kelabu…….
Belum juga jingga menyala…
Sendiri….
Tapi terasa semua mengikuti…
Resah….
Bagaimana tidak…….
Aku siapa?????
Berguna????
Atau hanya debu yang berterbangan di antara bumi dan langit???
Aku selalu bertanya…..
Tapi tak ada jawab
Aku slalu meminta……
Tapi pasti Dia memberikan….
Aku tertawa
Menangis….
Tersenyum…..
Terisak-isak…..
Kelam……
Masih terasa…….beraroma….
Bernyawa……
Mereka berkata
Hujan…..
Terik matahari
Aku tak pernah mengerti apa yang sebenarnya merteka katakan….
Katanya hitam……
Tapi…..putih….
Oh bukan……
Merah……
Atau tetap kelabu……
Masihkah sama?????
Atau berubah……
Kristal yang membeku akankah dapat mencair???
Mengapa?????
Engkau tau…
Aku tidak……
Bagai gendering yang menghias langit hatiku…..
Adakah????
Atau tiada???
Kini hujan…….
Tapi adakah daun kering berguguran????
Kini kelam????
Tapi adakah awan putih dibalik sambaran???
Aku kembali termenung…..
Ehm…….mati
Aku akan kembali
Mengapa harus iri?????
Semua akan kembali
Sama
Akan tetap sama
Meski aku tak berharga……..
Siapa?????
Tak ada yang pernah tau…..
Ada merah…
Aku takut……
Ada resah….
Aku pengecut…
Kapan???
Kapan???????
Waktuku mungkin tlah berakhir……
Siapa??????
Siapa????
Aku…..kamu……..mereka…
Melangkah……
Ke depan….belakang????
Memecah belah gelisah……
Rona merah…..
Atau hanya air yang tumpah…..
Mata…
Katanya bisa bicara…
Mulut katanya bisa mendengar..
Dan telinga berbicara……
Tapi…….
Aku tak bicara mata mendengar….
Aku tak melihat telinga berbicara…….
Aku tak mendengar mulut melihat
Adakah kebenaran dalam kegelapan???
Adakah sirna dalam keabadian??
Adakah aku di sini berbalut mimpi???
Adakah aku meraba nyata??
Masihkah dapat aku merasa tanpa asa??
Masihkah aku hidup tanpa nyawa??
Masihkah aku bermimpi tanpa tidur..
Aku……..
Siapa???
Aku…….
Ada apa????
Mengapa hati tersimpan dalam???
Tapi mudah tersentuh????
Mengapa khayal begitu tinggi dari nalar???
Akankah ada matahari dikala malam???
Adakah rembulan di tengah siang????
Adakah banjir di padang pasir??
Adakah neraka di tengah syurga???
Aku….
Siapa????
Apakah tetap sama????
Atau menjadi yang lain???
Aku…..
Masihkah tetap dengan air mata???
Atau senyuman yang terpoles indah warna alami
Aku….
Kembali di sini…….
Aku….
Kembali bertanya…..
Siapa?????
Siapa?????
Kapan?????
Dimana?????
Mengapa?????
Aku???




(4 Mei 2008; 15:46)

*Hujan di mataku….hujan di Qalbuku……Hujan di dunia…….

Mutiara Kesabaran


“Hadirnya tanpa ku sadari, menggores hati cinta bersemi. Kehadiranmu anugerah Illahi… Lembut tutur bicaramu, menarik hatiku untuk mendekatimu, kesopananmu memikat di hati, mendamaikan jiwaku yang tengah resah ini. Lukisanmu iman sehingga aku merasa teduh melihat wajahmu yang berbalut senyuman. Ingin rasanya memiliki hati yang teguh memegang janji setia kepada Tuhan. Tangan lembut yang tak pernah letih membantu sesama. Bibir merah yang senantiasa mengucap dzikir dan melantunkan dakwah. Adakah kiranya peluang untukku melafadzkan cinta, mengikat janji untuk berdakwah bersama di jalan-Nya..Karena engkau…Rembulan di antara bintang-bintang…” jantungku berdebar kencang saat kalimat terakhir ku baca, aku lipat kembali kertas putih yang berhiaskan kata-kata itu. “Ya Allah apa ini??? Perasaanku jadi tak menentu, aku tak mau perasaan ini membuatku berpaling dari-Mu.” Ucapku dalam hati sembari memejamkan mata.
“Tiara, bagaimana apa kamu berminat untuk ta’aruf? Dia lulusan Mesir fakultas Syari’ah, Insya Allah kemampuan agamanya mampu menuntunmu kejalan-Nya. Dia Hafidz, sekarang mengajar di sebuah pesantren di daerah Bogor. Keluarganya pun taat beragama. Apa lagi yang anti tunggu? Gak baik menolak orang shaleh, saran Ummi anti ta’aruf dulu dan bicarakan dengan keluarga. Bagaimana?” aku menatap wajah murabbiku yang begitu yakin memilih Salman untuk menjadi imam dalam hidupku.
“Afwan Ummi, terserah bagaimana baiknya menurut Ummi saja. Buat Tiara yang penting agamanya, dia mampu membawa Tiara kepada jalan yang diridhai oleh Allah. Masalah keluarga Insya Allah Tiara bicarakan lagi dengan Ayah dan Ibu.” Aku tundukkan pandanganku, malu tapi bercampur rasa bahagia. Mudah-mudahan Allah memberikan yang terbaik umtuk diriku dan agamaku.
“Ya sudah secepatnya Ummi akan berikan kabar kepada Salman dan keluarganya, mudah-mudahan setiap langkah kita selalu mendapat Rahmat dan keridhaan-Nya.” Ummi tersenyum bahagia mendengar jawabanku, serta berlalu pergi menuju telpon rumahnya untuk menghubungi seseorang. “Ya Allah, mudah-mudahan dia yang engkau pilihkan untuk menjadi pendamping hidupku…”

Hari bahagia itupun tiba, sebulan lagi aku akan menanggung amanah baru, tanggungjawab baru sebagai seorang istri. Sebagai seseorang yang sempurna imannya, dan menjalankan sunnah Rasul. Ya Allah rasanya tak sabar untuk ku kecup manisnya buah keimanan kepada-Mu.
Satu bulan rupanya bukanlah waktu yang lama, kini tak terasa tiga hari lagi impianku kan terkabulkan. Senyuman kebahagiaan senantiasa menghiasi hari-hariku. Tanpa ku sadari, aku melupakan banyak hal. Termasuk kepulanganku ke rumah. Tiba-tiba telponku berbunyi.
“Assalamu’alaikum Ibu…ada apa?”
“Wa’alaikumsalam… ada apa? Tiara…tiara…besok lusa kamu akan menikah, masa sekarang belum pulang ke rumah? Harusnya seminggu sebelum menikah kamu harus sudah ada di rumah, tidak boleh pergi kemana-mana. Kamu sih masih tetep maksa buat kuliah sama ikut acara kamu di kampus. Libur dulu lah…Ibu khawatir sama kesehatan kamu. Banyak yang datang ke rumah tapi kok calon pengantinnya gak ada?” aku hanya tersenyum mendengar omelan ibuku sendiri.
“Ya ibu, afwan kalau Tiara membuat Ibu khawatir. Tiara baik-baik saja, insya Allah nanti sore Tiara pulang ke rumah. Alhamdulillah besok tidak ada acara, jadi Tiara bisa pulang.”
“Kamu ini, mau nikah kok masih ngomongin acara kampus. Ya sudah, nanti biar Ibu suruh A Kemal jemput kamu di terminal, solanya ayah sama ibu mau pergi dulu ke rumah kakek dan nenek, mau jemput mereka. Hati-hati di jalan ya sayang, kalau bias pulangnya jangan terlalu sore. Dan jangan kemana-mana, tunggu sampai A Kemal datang ya! Assalamu’alaikum..”
“Iya, insya Allah Tiara berangkat sudah Ashar. Wa’alaikumsalam…”

Matahari telah tenggelam di peraduan malam, lembayung yang tadi mengantarkanku ke sebuah mushala yang terletak tak jauh dari terminal kini sudah menghilang. Setengah jam berlalu, “Mungkin A Kemal juga shalat dulu.” Gumamku dalam hati. Tak lama aku ambil handphone yang ada di dalam saku rok putihku. Aku mencoba menghubungi A Kemal, tapi handphone-nya tidak aktif. Lalu ku coba menghubungi telpon rumah, tak ada yang menjawab. Begitupun saat aku menghubungi Ayah dan Ibu. “Duhai Allah, apa gerangan yang terjadi, mengapa hatiku terasa tak nyaman?” Ku lafadzkan dzikir memohon ketenangan kepada Sang Penguasa Hati. Berkali-kali ku coba menghubungi semua anggota keluarga, tapi tak ada satupun di antara mereka yang menjawab telponku.
Waktu menunjukkan pukul 20.15, sudah terlalu malam jika aku tetap menunggu di sini. Ku putuskan untuk pulang ke rumah sendiri, tapi setibanya di depan gerbang desa, tak ada satupun orang di sana, jalanan tampak sepi tidak seperti biasanya. Dzikir senantiasa mengiringi langkah kakiku. Tiba-tiba terdengar suara motor dari kejauhan, “Mungkin tukang ojek, mudah-mudahan tidak ada penumpang, jadi aku bisa sampai ke rumah dengan cepat.” Tapi ternyata aku salah, dua orang pemuda yang sedang mabuk itu menghampiri diriku yang sedang berjalan sendiri dalam kesunyian malam. Jantungku berdebar kencang, Ya Allah…Lindungilah hamba-Mu ini dari kejahatan makhluk-Mu.
Mereka mendekatiku, mencengkram tanganku, berusaha merebut kehormatanku. Aku coba berteriak sekuat tenaga. Tapi jalanan yang jauh dari pemukiman warga membuat tak ada satupun orang yang berlalu di malam itu. Aku tak kuasa menahan keberingasan para lelaki yang tengah ada dalam rayuan syaithan itu. Aku tak mampu mempertahankan kehormatanku, aku roboh dalam tangisan, hingga langit ku rasa makin gelap dan hawar ku dengar gelak tawa yang membuat hatiku hancur lebur.

Perlahan ku buka mataku, sinar lampu dan tangisan yang ku dengar membuatku terbangun. Ku lihat sekelilingku, aku berada di kamarku sendiri. Tapi suara itu, tamgisan dan kemarahan bergerumuh di luar sana. Ada apa ini? Astagfirullah… aku tersadar, kehormatanku telah hilang, kesucianku telah pudar, aku tak mampu lagi berdiri. Aku jatuh dalam jeritan tangis, ketika mereka semua merangkulku dalam tangis yang mengaharu biru.
Aku tak mampu berkata apa-apa, ketika keluarga Mas Salman memutuskan untuk membatalkan pernikahna kita, karena keadaanku. Ibu hanya mampu menangis, bahkan nyaris pingsan, meskipun begitu Ayah tetap berusaha mempertahankan pernikahan ini, tapi semua usahanya gagal. A Kemal yang terus menyelahkan dirinya sendiri, dan aku yang tak mampu berbuat apa-apa. Rasanya aku bukanlah siapa-siapa lagi. Aku jatuh… Aku terpuruk tak berdaya.
Udara di luar sangat cerah, namun tak secerah hatiku yang kini merasakan pahitnya kehidupan. Hilangnya sebuah harapan. Kamarku masih terasa gelap, aku tak peduli dengan perutku yang mulai terasa perih, aku masih saja menangisi kejadian seminggu yang lalu yang membuat hidupku berubah seperti di neraka. Tiba-tiba, ada yang mengetuk pintu kamarku.
“Assalamu’alaikum Tiara, boleh Ummi masuk?” aku membukakan pintu dan Ummi pun menghampiriku.
“Shabar Tiara, Allah tahu yang terbaik untuk umatnya. Allah pasti akan mengganti setiap keshabaranmu dengan yang lebih baik. Bangkitlah kembali dengan nama Allah yang akan menaikkan derajatmu di hadapan-Nya…” aku hanya mampu menangis dalam pelukan Ummi, semua orang yang hadir di sana ikut merasakan kesedihanku dan senantiasa memberiku semangat.
Dua bulan sudah masa kelam itu, ku dengar Mas Salman sudah menikah. Meskipun pahit aku coba untuk tetap shabar dan tawakal. Meskipun aku selalu merasa pandangan orang di sekelilingku berbeda, tapi apalah artinya pandangan manusia, di bandingkan pandangan Allah.
“Wahai Mutiara, dirimu bagaikan mutiara di dasar lautan. Alangkah malangnya nasib manusia yang meninggalkan keindahanmu. Wahai insan yang lapang hati dan fikirannya, yang luas agamanya, kiranya engkau bersedia membuka hatimu untuk diriku yang mencintaimu karena-Nya. Aku tak melihat kesucian dirimu, yang terpenting bagiku adalah kesucian hatimu…” jantungku kembali berdebar, ada perasaan berbeda. Tapi aku bukanlah Mutiara yang dulu lagi.
“Tak usah ragu, dia ikhlas memilihmu. Meskipun dia seorang dokter, tapi dia tak buta akan agama, selain kaya harta, dia juga kaya akan agama. Tapi semuanya kembali padamu, Ummi selalu mendo’akan yang terbaik untukmu.” Senyum dan tangis kebahagian menghiasi sore yang mulai menampakkan rona dunia.