Keinginan yg besar itu tiba-tiba
runtuh, dan harapan itu tiba2 pudar seketika karena sejuta pertanyaan dan
kenyataan. Ada sesak dalam dada dan aku menyadari satu hal, bahwa aku memang
bukan yang terbaik untuknya. Berkali-kali aku coba memahaminya, menurunkan
egoku bahkan mengorbankan perasaanku sendiri agar hubungan ini berjalan tanpa
batu terjal yg kami buat sendiri. Namun kenyataan, selain batu yang tajam
menghujam dari luar, ternyata kerikil kecil ini membuatku jatuh tersungkur. Ya,
mereka mungkin benar. Aku tak pantas untukmu yang begitu istimewa bagi mereka,
juga untukku. Baru hal yang kecil saja, aku tak bisa memahaminya, tak bisa
membuatmu tentram, tak bisa membahagiakanmu. Apalagi nanti, ketika kita
menghadapi hari tua bersama, di depan sana masih banyak ujian menanti. Lalu aku
bertanya pada hati, apa aku sanggup menjadi yg terbaik untukmu dan memahamimu? Apa
aku sanggup menjadi apa yg kamu mau dan menentramkan hatimu?
Keinginanku mendapatkan cinta yg
sempurna itu tiba2 memudar, rasanya tak pantas, aku tak punya apa2, dan aku tak
bisa. Sepertinya keinginanku terlalu jauh, padahal hati ini ingin jadi yg
terbaik dan memberikan yg terbaik. Namun sepertinya aku memang bukan yg terbaik
untumu, yg bisa memahamimu dan membahagiakanmu. Maafkan aku...
Banyak sekali yang harus aku
perbaiki, rasanya aku simpan dalam2 saja keinginan dan harapan besar itu. Salahku
memang, terlalu mencintai dan mengharapkanmu. Meski aku tak pernah memintanya. Yang
dulu aku pinta adalah menapaki jalan kehidupan ini bersama seorang sahabat yang
bisa mengerti dan memahamiku, dan juga aku memahaminya. Namun kenyataan
persahabatan itu berbeda dengan percintaan. Persahabatan itu tulus, tak ada
cemburu atau rasa sakit ketika dirimu tak ada. Namun dirimu selalu ada saat aku
membutuhkanmu, dan kamu selalu mengerti aku. Tapi cinta punya bumbu lain, ada
cemburu, keinginan dan keegoisan.
Ya aku lebih mengenalmu dulu
sebagai sahabatku, tapi kini tidak lagi. Bahkan untuk berkeluh kesah padamu pun
kini aku tak berani. Lalu seketika muncul pertanyaan besar dalam diriku, apakah
aku tetap bertahan atau mulai menyerah??? Aku tak tau lagi...
Namun satu hal, aku memang selalu
mendahulukan perasaan dari pada rasionalitas. Tapi ketahuilah, aku bertahan
sampai detik ini bukan karena rasionalitas. Jika karena hal itu, mungkin aku
telah berhenti bertahan sejak dulu. Tai aku bertahan karena sebuah perasaan...
lalu kamu???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar